Milkshake Kesukaanku.

            Milkshake Strawberry. Laptop yang selalu menghalangi aku untuk melihatnya lebih jelas. Pukul 15.30 di pojok kanan dekat dengan kaca kafe. Akhir-akhir ini terlihat mendung, namun air hujan turun secara berkala dan tiba-tiba. Seperti hari ini, dari pagi tadi langit bercorak abu-abu bukan campuran putih biru andalannya. Aku? Lebih suka warna langit yang seperti ini daripada terlalu cerah, menyilaukan. Apalagi saat air itu turun. Tenang. Ah, ternyata benar air mulai turun! Rupanya dia sadar kalau aku sedang memikirkannya, jadi mungkin dia segera datang karena merindukan pujianku. Mungkin perempuan itu seorang penulis, atau editor? Aku tidak pernah tahu pasti dia sedang melakukan apa. Nama saja aku tidak tertarik untuk menanyakannya, pada awalnya. Dia selalu kesini dengan laptop dan memesan milkshake strawberrynya. Beberapa kali mungkin memesan cake kecil yang tidak tertentu rasanya apa. Serius dan tenang. Itu yang terlihat dari luar. Suhu mulai mendingin, aku menyukainya. Pernahkah kau berpikir bahwa mungkin orang yang beberapa kali bertemu denganmu di supermarket yang sedang mengantri di bekalangmu pas akan menjadi takdirmu? Kita tidak pernah tahu kan? Entahlah, tapi aku tiba-tiba berpikir jangan-jangan wanita yang duduk disana akan menjadi takdirku. Aku terkekeh, pikiran macam apa ini. Sepuluh kali mungkin aku selalu disini bersamanya, dari jauh. Kali pertama aku kesini saat perasaanku suntuk, membutuhkan sedikit penyegaran. Kemudian aku melihatnya, memperhatikannya mungkin lebih tepat. Efek apa yang membuat aku pada akhirnya berjalan kesini setiap Sabtu pukul 15.30, duduk disini, tidak melakukan apa-apa, hanya membolak-balikkan koran, melirik ke arahnya tentunya, itu apa? Aku tidak mengerti. Banyak sekali hal-hal yang tidak rasional bisa terjadi. Hapeku berdering, Adit menelepon. Aku harus kembali. Sampai jumpa cewek milkshake strawberry, sampai sabtu depan.

            Milkshake Oreo. Penguntit? Aku tidak menyukai cara dia menatapku diam-diam lewat balik koran olahraganya. Wajahnya bukan wajah om-om genit, memang. Sudah sekitar 3 bulan ini, setiap Sabtu sore aku duduk disini. Sebelum 3 bulan ini aku bukan orang yang suka menyendiri. Tapi aku baru sadar, tidak selamanya kita harus bersama-sama dalam menyelesaikan sesuatu. Ada saatnya kau harus duduk diam sendiri dan berpikir dengan tenang tentang segala hal dalam hidupmu. 2 minggu awal aku bisa melakukannya dengan sangat baik. Tidak setelah laki-laki itu duduk di seberangku, apalagi setelah dia menatapku sesekali yang sekarang menjadi terlalu sering. Dia selalu sendiri kesini, begitu juga denganku. Tapi aku yakin dia hanya seseorang yang tidak punya tujuan hidup yang jelas dan tidak bisa menghargai orang lain. Berantakan, kelihatan dari penampilannya. Aku tidak suka dengan tipe orang seperti itu, tidak dapat dipercaya. Lihat saja, dia selalu memesan Milkshake rasa Oreo seperti anak umur 5 tahun saja! Milkshake strawberry tidak seperti anak kecil kok, itu wajar. Tapi tumben sekali dia meninggalkan kafe terlebih dahulu, biasanya sekitar jam 5 dia baru pulang. Apa aku secara tidak sadar mulai memperhatikannya secara diam-diam? Maksudku bukan seperti itu sih. Konsentrasi kualihkan kembali penuh pada layar laptop. Tapi pikiranku sama sekali tidak tertuju pada info beasiswa disana. Sekarang terasa dingin, mungkin sebenarnya sudah mulai tadi, tapi aku baru menyadarinya. Aku suka suasana dingin seperti ini. Lebih baik sekarang pulang saja. Terkadang, mempunyai hal-hal yang tidak terduga seperti laki-laki pemesan Milkshake oreo itu memiliki sensasi yang berbeda. Apa mungkin minggu depan dia kesini lagi dan berani mengajakku berbicara?

Vanilla Latte. Kusesap pelan-pelan, masih panas. Cinta yang terlalu tiba-tiba tidak pernah berujung baik. Maka jika aku berkata aku tidak percaya dengan cinta pandangan pertama aku yakin dengan opiniku. Aku memang bodoh untuk berharap hal-hal yang seperti di buku dongeng. Aku berdiri. Kulewati mejanya. Cukup sudah main-main perasaan seperti ini. Aku bukan anak remaja yang mencintai perempuan dengan hanya memandangnya. Sampai di kasir, sudah. Aku sudah berpikir aku tidak akan kesini lagi. Bodoh sekali memuaskan rasa hasratku untuk sekedar melihatnya dengan laptopnya di meja kafe setiap jam 15.30. Sore ini masih dingin, sama seperti kemarin. Kurapatkan jaketku. 
“Mas, kuncinya jatuh.” 
Aku berhenti, menoleh. Terkesiap sedikit, mungkin. Milkshake strawberry? Tanganku menyambut untuk mengambil kunci mobilku yang sudah dipegang tangannya yang selama ini ada di keyboard. “Err, makasih.” Aku berbalik. Tunggu. 
“Namamu? Namaku Rian.” 
“Oh, Galuh.” 
“Oke, Galuh. Aku duluan.” Apa ini? Kenapa malu-malu seperti ini? 
“Besok kesini gak?” 
“Iya, mungkin” 
“Oke, sekarang bener-bener duluan”
"Oh, haha iya. Take care".


Capuccino. Aku kembali ke tempat dudukku. Aku sedang apa? Aku tadi berbicara dengannya. Siapa suruh teledor untuk menjatuhkan kunci mobil tepat depan kakiku? Aku kembali ke layar laptop yang sudah ter-sleep. Ada apa disana? Aku merona. Mungkin aku akan kembali kesini besok, selamat sore semua.

Comments

Popular posts from this blog

Pertunjukan Gerimis